kesenian di cileunyi
A.
Sejarah
Lahirnya Kesenian Reak
Kesenian Reak merupakan seni milik masyarakat yang telah lama berurat akar
pada masyarakat pemakainya. Sebagian menyebutkan bahwa kesenian ini berasal
dari peninggalan kerajaan Pajajaran. Sebagian lagi menyebutkan bahwa kesenian
ini muncul pada masa penjajahan Belanda, sebagai bentuk kritik masyarakat
terhadap para priyayi Sunda dan kolonial Belanda (dalam hal ini, reak serupa
dengan tradisi lainnya, seperti shalawat emprak yang digunakan masyarakat Sunda
untuk mengkritik para priyayi pro-Belanda dan pemenrintahan kolonial Belanda).
Reak adalah salah satu kesenian rakyat Jawa Barat, khususnya di sekitar Ujung
Berung-Bandung, Cileunyi-Bandung, dan Sumedang (semua daerah ini berlokasi di
Propinsi Jawa Barat, Indonesia). Umumnya, kesenian ini diselenggarakan oleh
masyarakat, seperti Cileunyi dan Ujung Berung, pada acara Sunatan atau
khitanan, baik yang dikhitannya laki-laki maupun perempuan. Namun, umumnya,
reak ditampilkan ketika khitanan laki-laki. Selain itu, reak pun sering
ditampilkan dalam acara-acara syukuran panen atau acara yang terkait dengan
peristiwa sejarah negara Indonesia, seperti 17 Agustus-an.
Kesenian ini berupa iring-iringan dengan seperangkat atau sekumpulan
istrument etnik sunda (seperti suling, kendang, kentungan, calung, dll beberapa
di antaranya sudah mengadaptasi instrumen musik modern), sinden (penyanyi),
kuda lumping (kuda yang sudah dilatih untuk pertunjukkan), sisingaan (patung
singa beserta penari), dan penari bertopeng (http://disparbud.jabarprov.go.id)Perpaduan
berbagai jenis seni tradisional dalam kesenian ini menjadikan pertunjukannya
terlihat ramai dan meriah.
Pada awal perkembangannya, kesenian Reak digunakan untuk menarik simpati
anak-anak yang belum dikhitan (sunat). Prinsip dari pertunjukan ini adalah
keramaian atau kemeriahan agar banyak masyarakat yang menonton terutama
anak-anak kecil. Oleh karena itu, memadukan beberapa jenis kesenian seperti
dikemukakan di atas. Mempunyai pengaruh agar pertunjukan Reak menjadi lebih
meriah (http://disparbud.jabarprov.go.id).
Dalam masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Sunda, seni pertunjukan
lama lazimnya diselenggarakan untuk alasan yang berhubungan dengan siklus
kehidupan (upacara peralihan), seperti upacara khitanan atau pernikahan.
Kesenian Reak merupakan perpaduan dari berbagai jenis kesenian yang menghasilkan
suatu bentuk seni yang ramai. Salah satu ciri khasdari kesenian ini, yaitu
adanya unsur magic dan hilangnya kesadaran atau disebut dengan kesurupan/trance
pada beberapa orang yang ikut maupun terlibat dalam pertunjukannya.
Reak adalah fakta budaya yang menyangkut media hiburan dan media ekspresi
kultural mereka. Dalam komposisi iring-iringan ini, “reak” ditampilkan sebagai
topeng dan fashion tertentu yang dikenakan para penari. Topeng dan
asesoris inilah yang menjadi core dalam iring-iringan reak ini, karena
pada sipemakai reak ini, fenomena ekstase atau penyatuan dengan dunia
lain didapatkan.
B.
Pelestarian
Kesenian Reak
Reak sebagai seni tradisional rakyat diharapkan tidak musnah dan tetap ada
di masyarakat. Namun, sebagai salah satu kesenian yang bersifat lokal,
pertunjukan Reak tidak banyak dikenal luas oleh masyarakat Cileunyi ataupun
masyarakat Bandung. Hal tersebut karena adanya pertunjukan-pertunjukan helaran
lain juga.
Seiring dengan perkembangan zaman di tengah arus globalisasi, perubahan
dalam segala aspek tidak dapat dihindari. Maraknya kesenian modern dan
kontemporer yang bermunculan, turut menggempur eksistensi kesenian tradisional.
Seni pertunjukan dari masa lampau itu kini masih hidup secara turun temurun
dalam masyarakat. Hanya saja keberadaan seni lama yang masih hidup ini banyak
yang sudah tidak utuh lagi strukturnya, akibat perubahan-perubahan sosial
budaya, penafsiran-pernafsiran atau pola pikir masyarakat pendukungnya dari
zaman-zaman kemudian karena dinamisasi kehidupan dengan tuntutan perubahan
zaman.
Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran nilai di
masyarakat sehingga terdapat beberapa pandangan terhadap seni tradisi tersebut.
Perubahan tersebut dapat dilihat dari bentuk-bentuk kesenian tradisional yang
mengalami pergeseran fungsi di masyarakat. Gejala tersebut juga nampak pada
kesenian Reak yang dulu berfungsi sebagai sarana ritual untuk upacara anak
khitanan yang bersifat sakral, saat ini telah berubah fungsi menjadi seni
pertunjukan untuk tontonan dan hiburan. Seperti yang dikemukakan Sumardjo
(2001: 15-16) bahwa: Semua seni pertunjukan Indonesia lama yang sekarang masih
hidup (living tradition) adalah hasil dari konteks sosio-budaya lama
kita,meskipun bentuknya sudah tidak seutuh semula lagi. Hampir semua seni
pertunjukan lama itu kini telah difungsikan sesuai dengan konteks sosio-budaya
modern kita, terutama di lingkungan masyarakat kota dan pinggirannya, yaitu
sebagai seni pertunjukan sekuler, untuk keperluan hiburan atau kesantaian.
Pentingnya upaya pelestarian kesenian Reak sebagai aset kebudayaan daerah
diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa makin tidak dikenalnya kesenian ini di
kalangan masyarakat Bandung dan keterbatasan komunitas seni dalam mengembangkan
kesenian ini. Dalam perkembangannya, kesenian Reak mengalami masa pasang surut.
Selain itu, perhatian dari instansi terkait atau pemerintah dirasa kurang
terhadap keberadaan kesenian ini sehingga perkembangannya pun terhambat bahkan
dalam beberapa aspek menurun. Padahal,
kesenian tradisional Reak sebagai bagian dari budaya lokal mempunyai nilai dan
peran yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Jika
dicermati secara mendalam, kesenian Reak tidak hanya mengandung nilai estetika
semata tetapi terdapat nilai-nilai lain yang dapat dijadikan sebagai acuan
dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu
antara lain adalah kerjasama, kekompakan, ketertiban, ketekunan, kreativitas,
dan kesadaran.
Akan tetapi “catatan” seni pertunjukan yang berkembang di masyarakat
pedesaan (seni pertunjukan rakyat) adalah seni pertunjukan yang sekarang masih
hidup tersebut. “Catatan hidup” inilah yang harus selekasnya dicatat agar tidak
hilang dalam beberapa tahun lagi. Kenyataannya bahwa anggota masyarakat yang
masih menyimpan “catatan” itu kebanyakan sudah uzur, sedang calon pewarisnya
sudah enggan menerima akibat godaan kerja yang sesuai dengan tuntutan zaman
(Sumardjo, 2001: 12). Hal tersebut merupakan sebuah konsekuensi dari peralihan
masyarakat agraris ke masyarakat industri yang menyebabkan berbagai perubahan dalam
aspek sosial budaya kita.
1.
Kesenian
Reak merupakan seni pertunjukan yang perlu dilestarikan. Kesenian daerah ini sebagian masih ada
yang hidup dan berkembang, namun masih dikhawatirkan akan punah. Selain itu,
kesenian tradisional Reak yang telah berkembang cukup lama ini tidak dikenal
luas oleh masyarakat di Bandung.
2.
Dalam
kesenian tradisional Reak terdapat pesan-pesan dan nilai-nilai yang sangat
luhur, akan tetapi bagi sebagian masyarakat terdapat pandangan bahwa kesenian
tradisional rakyat ini dianggap menakutkan dan ketinggalan zaman.
C.
Pengaruh
Kesenian Reak terhadap Kehidupan Sosial
Kesenian reak
tidak hanya sekedar untuk sarana upacara sakral dan hiburan. Akan tetapi
mempunyai pengaruh dan nilai terhadap kehidupan sosial dikalangan masyarakat
tersendiri Nilai-nilai itu antara lain adalah kerjasama, kekompakan,
ketertiban, ketekunan, kreativitas, dan kesadaran.
Adapun nilai - nilai hidup dalam
kesenian reak adalah sebagai berikut :
1.
Nilai
kerjasama terlihat dari adanya kebersamaan dalam melestarikan warisan budaya
para pendahulunya.
2.
Nilai
kekompakan dan ketertiban tercermin dalam suatu pementasan yang dapat berjalan
secara lancar.
3.
Nilai kerja
keras dan ketekunan tercermin dari penguasaan dan teknik pemukulan perangkat
reak.
4.
Nilai
kreativitas tercermin dari adanya usaha untuk menampilkan gerak yang bisa
membuat penonton terpingkal -pingkal.
5.
Nilai
kesadaran tercermin dari pengakuan bahwa manusia tidak lepas dari kekhilafan.
Seperti yang
kita tahu bahwa kesenian reak harus menggunakan kerja sama dan kekompakan
karena kesenian reak harus menggunakan kekuataan kelompok tidak sendiri. Masyarakat
bisa menjadikan kesenian reak sebagai ajang kreativitas.
Selain itu
apabila kita melihat dari sisi kebadayaan itu sendiri kesenian reak, kesenian
ini merupakan salah satu media bagi masyarakat untuk mengekspresikan rasa
syukur kepada sang Khalik, terutama ketika mereka mendapatkan kebahagiaan dan
nikmat. Orang Sunda sering menyebutnya sebagai “ngiring kaul”
(ikut berpartisipasi untuk memberikan kebahagiaan kepada orang lain). Secara
khusus terkait dengan penyelenggaraan Sunatan, acara ini dimaksudkan
sebagai ekspresi kebahagiaan menyambut pengantin sunat. Sebagian
masyarakat menyebutkan bahwa pada masa dahulu, reak banyak
dipertunjukkan untuk dipergunakan sebagai bagian dari tradisi sedekah bumi atau
seba bumi, yakni. tradisi
syukuran ketika musim panen.
Kesenian ini juga merupakan media pendidikan budaya, yakni untuk
penanaman nilai-nilai kebaikan dari kalangan tua kepada kalangan muda dan
anak-anak. Berbagai instrumen dan
komposisi reak menyimbolkan tentang “pertarungan nilai-nilai kebaikan dan keburukan”.
Melalui tradisi reak ini penanaman nilai-nilai kebaikan yang harus
dijaga oleh masyarakat disampaikan dengan simbol-simbol budaya, baik eksplisit
maupun implisit.
Kesenian reak
ini mempunyai pengaruh dan nilai moral bagi kehidupan masayarakat, kesenian
reak bukan hanya sekedar seni akan tetapi seni yang mempunyai nilai dan
pengaruh sosial terhadap masyarakatnya. Kita juga dapan mengambil amanat yang
hanya dapat diambil oleh nalar kita.
Kesenian reak
merupakan suatu kesenian yang menyimbolkan pertarungan antara kebaikan dan
keburukan, dan merupakan suatu pesan budaya dari kalangan tua terhadap kalangan
muda, agar bisa Kesenian Reak merupakan media pendidikan budaya, yaitu untuk
penanaman nilai -nilai dari kalangan tua terhadap kalangan muda dan anak -anak.
Berbagai instrumen dan komposisi Reak menyimbolkan tentang pertarungan
nilai - nilai kebaikan dan keburukan melalui tradisi ini,
sehingga penanaman nilai -nilai
kebaikan tersebut perlu dijaga dan disampaikan secara nyata maupun secara tertulis. Akantetapi adanya
indikasiancaman tergerusnya dan menghilangnya kebudayaan kesenian Reak, seperti
apresiasi masyarakat khususnya generasi muda terhadap kesenian reak cukup minim
dan enggan terlibat langsung dalam upaya pelestrian kesenian Reak. Disamping itu
adanya pro dan kontra dimasyarakat antara yang mendukung pelestariannya dan
yang tidak mendukung karena berfikir bahwa seni tradisi ini mengandung unsur
magis dan dianggap musyrik.
Komentar
Posting Komentar